Obat
analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk mengatasi
sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa
resep. Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan
efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran,
harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan
tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang
diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan
respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri
yang tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri
yang dapat disembuhkan dengan analgetika.
Nyeri
terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit,
keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan
menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan
polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri.
Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung
saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini.
Berdasarkan
lokasi asalnya, nyeri dapat dikatagorikan menjadi beberapa kelas yaitu: nyeri
somatik, viseral, dan neuropatik. Nyeri somatik adalah nyeri yang berlokasi di
sekitar otot atau kulit, umumnya berada di permukaan tubuh. Nyeri viseral
adalah nyeri yang terjadi di dalam rongga dada atau rongga perut. Sedangkan
nyeri neuropatik terjadi pada saluran saraf sensorik.
Kondisi yang
menyebabkan nyeri viseral antara lain adalah iskemia (kekurangan darah) pada
organ atau jaringan tubuh (seperti pada penyakit angina ectoris/serangan
jantung), kejang otot perut, regangan fisik suatu organ, regangan pada usus,
dan sebagainya yang semuanya terjadi di dalam rongga perut atau dada. Tidak
seperti nyeri somatik, nyeri viseral ini umumnya tidak dapat dirasakan secara
tepat lokasinya, kadang terasa seperti di berbagai tempat pada kulit atau otot,
tapi sebenarnya berada di dalam rongga badan.
Obat
analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif untuk mengatasi nyeri ringan
sampai sedang untuk jenis nyeri somatik pada kulit, otot, lutut, rematik, dan
pada jaringan lunak lainnya, serta pada nyeri haid dan sakit kepala. Tetapi
obat ini tidak begitu efektif untuk nyeri viseral.
Obat
analgetika tanpa resep biasanya digunakan untuk nyeri akut dan sering juga
digunakan untuk terapi tambahan pada penyakit-penyakit kronik yang diikuti rasa
nyeri. Namun belum terbukti babhwa obat ini bisa menyembuhkan nyeri neuropatik.
Ada tiga
kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan
parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin/asetilsalisilat, atrium
salisilat, magnesium salisilat, cholin salisilat; dan golongan turunan asam
propionat seperti ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen.
Karena
memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat dan turunan asam
propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-steroid (AINS). Obat-obat
ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk sebagai obat generik, dan sering
dikombinasikan dengan obat atau bahan tambahan seperti kafein. Obat-obat ini
juga banyak dijumpai dalam komposisi obat-obat batuk, pilek dan flu.
Obat-obat
AINS memiliki sifat analgetika (penghilang nyeri), antipiretika (turun panas),
dan antiinflamasi (anti bengkak/radang). Dengan dosis yang berbeda, dapat
diperoleh efek yang berbeda. Dosis untuk efek analgetika biasanya lebih rendah
dibanding untuk antiinflamasi.
Perbandingan
Keampuhan
Dari
beberapa uji klinik diketahui tidak ada perbedaan signifikan dalam keampuhan
obat-obat analgetika tersebut pada dosis standarnya. Namun diketahui obat-obat
AINS nonsalisilat lebih unggul dibandingkan parasetamol, dan salisilat untuk
nyeri haid dan nyeri tulang.
Obat-obat
AINS juga lebih efektif untuk nyeri yang berkaitan dengan inflamasi (seperti
nyeri gigi, nyeri akibat sengatan matahari, dan gangguan rematik) jika
digunakan dalam dosis untuk antiinflamasi dosis. Parasetamol bahkan tidak
memiliki efek antiinflamasi, hanya analgetika dan antipiretik.
Perlu pula
diingat bahwa penyembuhan nyeri adalah bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor dalam diri pasien, seperti pengalaman sebelumnya dan sugesti
bahwa nyeri akan hilang. Sehingga bisa jadi seseorang akan merasakan bahwa
suatu analgetika tertentu lebih ampuh dibandingkan dengan yang lainnya, untuk
nyeri tertentu.
Ada beberapa
kondisi kesehatan yang harus diperhatikan dalam pemilihan obat analgetika,
antara lain:
Gangguan
ginjal.
Prostaglandin berperan dalam fungsi ginjal dan sistem darah. Risiko yang
mungkin terjadi adalah terjadinya gangguan elektrolit, kegagalan ginjal akut,
gagal ginjal kronis, dan nephropati. Risiko ini lebih banyak dijumpai pada
penggunaan obat AINS nonsalisilat yang lama. Pasien dengan gangguan ginjal
sangat dianjurkan untuk berhati-hati dalam penggunaan analgetika ini.
Penyakit
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah). Penggunaan obat AINS dalam waktu lama dapat
menyebabkan gangguan kontrol tekanan darah pada pasien berpenyakit
kardiovaskuler. Meskipun aspirin dosis rendah (50-325 mg per hari) kini
direkomendasikan untuk beberapa penyakit kardiovaskuler (iskemia akibat stroke,
infark jantung, dll), diperlukan pemantauan yang ketat dari dokter atau
apoteker.
Diabetes
melitus. Pasien
diabetes umumnya termasuk kelompok yang berisiko tinggi terhadap efek samping
penggunaan obat AINS, karena mereka mempunyai toleransi terhadap nyeri yang
lebih rendah dibandingkan orang normal, sehingga mereka umumnya membutuhkan
analgetika lebih banyak. Karena pasien diabetes umumnya juga berisiko tinggi
terhadap penyakit ginjal fase terminal, penggunaan obat analgetika harus
hati-hati dan dimonitor oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya.
Gangguan
saluran pencernaan. Obat-obat
AINS dapat menyebabkan komplikasi saluran pencernaan seperti dispepsia, radang
lambung, luka lambung, perdarahan lambung dan secara sistemik dengan
penghambatan sintesis protaglandin. Radang lambung adalah efek lokal yang dapat
terjadi pada dosis rendah, sedangkan perlukaan lambung biasanya terjadi akibat
penghambatan prostaglandin secara sistemik dan sering kali tanpa gejala
sebelumnya.
Pasien yang
berisiko tinggi terhadap komplikasi serius saluran cerna akibat AINS (seperti
luka lambung, perdarahan,) adalah mereka yang punya riwayat gangguan lambung,
yang berusia lebih dari 60 tahun, dan mereka yang menggunakan secara bersamaan
obat-obat lain seperti kortikosteroid, antikoagulan dan nikotin. Faktor risiko
tambahan antara lain adalah jika menggunakan aspirin dan obat AINS lainnya
dalam kombinasi, dan menggunakan aspirin dan obat AINS lainnya dengan alkohol.
Parasetamol merupakan pilihan yang paling aman untuk pasien dengan gangguan
saluran cerna.
Penyakit
hati. Walaupun
relatif tidak banyak terjadi, efek samping pada hati berkisar dari ringan
sampai fatal dapat ditemui pada penggunaan analgetika. Salisilat bisa
menyebabkan keracunan akut jika konsentrasi obat dalam darah tinggi, terutama
jika pasien telah memiliki gangguan fungsi hati (seperti pada hepatitis) atau
demam rematik. Pada peminum alkohol berat, risiko terjadinya keracunan hati
bisa meningkat dengan pemakaian parasetamol yang berlebihan.
Asma. Kira-kira 20% pasien asma
berpotensi terhadap risiko reaksi alergi (hipersensitif) setelah penggunaan
aspirin. Pasien yang mempunyai riwayat polip hidung atau rinitis, gatal-gatal,
dan alergi lain terhadap aspirin sebaiknya menghindari penggunaan obat
tersebut. Natrium salisilat dan parasetamol merupakan alternatif yang baik.
Gangguan
penggumpalan darah. Pasien
dengan gangguan penggumpalan darah seperti hemofilia, trombositopenia, uremia
dan sirosis harus menghindari pemakaian obat AINS. Mereka yang berusia lanjut
dan yang mengkonsumsi alkohol secara reguler dan minum obat antikoagulan bisa
mengalami pendarahan yang lebih lama, karena itu harus berhati-hati dalam
menggunakan obat AINS.
Di antara
semua produk obat AINS, salisilat nonasetil merupakan pilihan karena tidak
memiliki efek yang besar terhadap fungsi platelet. Namun, parasetamol umumnya
masih merupakan pilihan yang aman untuk kondisi pasien dengan gangguan
penggumpalan darah.
Kelebihan
asam urat. Banyak
pasien rematik/gout menggunakan analgetik untuk menghilangkan nyeri. Salisilat
pada dosis harian sebesar 1-2 gram menghambat pengeluaran asam urat melalui
ginjal dan akibatnya meningkatkan konsentrasi urat pada plasma darah yang dapat
memperparah kondisi.
Kondisi
khusus. Masalah
keamanan obat analgetik tanpa resep terutama penting bagi orang lanjut usia,
bayi dan anak-anak, dan wanita hamil/menyusui.
Karena
pasien lanjut usia umumnya menggunakan obat-obat untuk kardiovaskuler,
diuretik, dan obat-obat lain, maka penggunaan bersama dengan analgetik tanpa
resep harus dimonitor secara baik untuk menghindari interaksi obat. Selain itu,
pasien lanjut usia cenderung lebih sensitif terhadap efek obat karena sudah
berkurangnya fungsi ginjal, dan umumnya perlu penyesuaian dosis untuk
mengurangi efek samping.
Pada bayi
dan anak-anak, keamanan dan efektifitas obat analgetika tergantung pada dosis
yang tepat. Idealnya, dosis dihitung berdasarkan pada berat badan, dan obat
harus diberikan dengan cara yang tepat agar semua obat bisa terminum, karena
anak kecil umumnya sulit untuk anak sesuai dengan umurnya.
Penyesuaian
dosis juga sangat dibutuhkan pada bayi, karena berat badannya seringkali
berubah secara signifikan selama masa perkembangan bayi. Salisilat tidak
direkomendasikan untuk analgetika dan antipiretik pada bayi/anak-anak dengan
gejala influenza atau cacar karena adanya kemungkinan sindrom Reye (gejala
pembesaran kepala/encephalopathy pada
anak-anak
diikuti dengan pembengkakan liver). Parasetamol dan ibuprofen terbukti cukup
aman dan efektif untuk anak-anak untuk penggunaan singkat.
Penggunaan
obat analgetika pada ibu hamil/menyusui dapat mempengaruhi janin maupun bayi
melalui ASI. Pada wanita hamil, aspirin dapat mempengaruhi keseimbangan dalam
badan (homeostasis) ibu maupun janin. Dosis tinggi dapat menyebabkan cacat
kelahiran, kelambatan pertumbuhan janin dalam rahim, dan kelahiran mati.
Secara umum,
parasetamol merupakan analgetika pilihan untuk ibu hamil. Parasetamol dan
ibuprofen juga merupakan pilihan yang baik untuk ibu menyusui.
Akhirnya,
disimpulkan bahwa walaupun obat tersebut dapat diperoleh tanpa resep, diperlukan
kehati-hatian dalam pemilihan analgetika yang tepat sesuai dengan kondisi
pasien.
Materi
disunting dari DECHACARE.COM